tanpa saya sadari esok adalah tanggal 21 April. Hari Kartini. Hari Parade Baju Daerah. Hari anak-anak TK membuat sebuah pagelaran kesenian. kini usia saya 22 tahun, lantas punya kisah apa saya dengan Kartini. punya renungan apa yang mampu saya bagikan kepada jutaan atau bahkan milyaran Kartini bukan hanya di Indonesia tapi dunia.
ketika Hari Kartini tiba, yang terlintas di pikiran saya adalah Mie Ayam. Loh kok kenapa mie ayam?? Apa Raden Ajeng Kartini dulunya suka mie ayam? saya tidak tahu mengenai makanan kesukaan saya. teman-teman dekat saya mungkin banyak yang tahu bahwa saya begitu menyukai mie ayam. selalu punya ruang kosong di perut saya untuk mie ayam... hahaha....
tapi sepertinya saya belum pernah bercerita bagaimana saya bisa amat sangat menyukai mie ayam...
saya ingat masa kecil saya waktu di 'kampung' dulu. saya hanya tinggal dengan ibu saya. dia janda. dia tidak bisa membaca. profesinya hanya sebagai seorang pembantu. Bapak saya meninggalkan saya ketika umur 10 bulan. jadi saya benar-benar hidup dengan ibu saya.
waktu saya belum SD, masih sekitar umur 4-5 tahun, saya sering merengek minta mainan ketika ada hajatan/kawinan di dekat rumah. ibu saya sering dibuat kesal. karna ibu saya kurang berpendidikan, maka dia tidak terlalu mengetahui bagaimana mendidik anak maka ibu saya sering memarahi saya bukan memberi pengertian dengan cara yang ekstra lembut bahwa ia tidak memiliki cukup banyak uang.
akhirnya, saya dan ibu saya membuat sebuah perjanjian tidak tertulis. isi dari perjanjian tersebut adalah saya hanya boleh meminta semangkuk mie ayam. ya semangkuk mie ayam, karna mungkin cuma itu yang mampu dibeli oleh ibu saya. batas kemampuannya hanya sampai situ dan akhirnya saya pun memahami itu. saya tidak boleh meminta mainan atau apapun karna memang itu diluar kemampuan finansial kami.
rasa iri seringkali ada, ketika banyak anak seumuran saya yang lain mampu membeli mainan yang mereka suka, tapi akhirnya di umur saya yang masih sangat 'bocah-ingusan' saya harus mulai belajar memahami dan memberikan peluang untuk sikap pengertian hadir dalam diri saya. ibu saya janda, ibu saya miskin, ibu saya tidak bisa membaca, ibu saya hanya seorang pembantu, jadi saya tidak perlu menuntut apa-apa.
perjanjian mie ayam itu berlanjut hingga saya SD. setiap ada hajatan atau apapun, ya hanya mie ayam. entah enak atau tidak enak, itu persembahan terbaik yang dia miliki untuk saya anak terkasihnya dan akhirnya saya pun menyadari bahwa itu adalah periode mie ayam dengan rasa terenak, rasa pengorbanan ibu saya.
kini saya masuk ke dalam usia yang disebut 'harus dewasa'. saya rindu mie ayam itu. saya rindu itu semua. saya bahagia karna saya hanya menginginkan kebahagiaan yang mampu saya dapat, bukan kebahagiaan yang tidak mampu saya dapatkan.
Ibu saya adalah Kartini saya. Lewat perjuangannya, saya memahami bahwa saya harus bahagia atas apapun yang saya dapatkan. ibu saya yang bodoh dan tidak berpendidikan lah yang akhirnya membuat saya sadar, pendidikan itu perlu. ibu saya yang bodoh dan tidak mampu membacalah yang akhirnya membuat saya mau untuk meluangkan waktu untuk membaca.
Saya sangat menyayangi ibu saya dengan keterbatasannya. saya menyangi ibu saya dengan kebodohannya tapi mampu meyakinkan saya bahwa menjadi bodoh itu tidak enak.
Ibu saya bukan orang dengan jabatan tinggi atau orang dengan penghargaan segudang. Sekarang dia hanya perempuan tua dengan sisa-sisa varises yang begitu terlihat di betisnya akibat dari terlalu sering berjalan kaki dan berdiri ketika ia menjadi pembantu.
Saya malu pada ibu saya.. saya merasa hina di depan dia.. karna dulu dengan bodohnya saya pernah merasa malu bahwa ibu saya bekas pembantu.. kacung.. babu.. atau apalah.. tapi kini saya dengan bangga memanggilnya dengan sebutan "Mumung"... itu panggilan sayang saya kepada dia...
Untuk ibu saya.. Selamat Hari Kartini.. meski kamu tidak bisa melakukan apa yang seperti Kartini lakukan.. Emansipasi Wanita.. Mendapatkan pendidikan yang setara dengan laki-laki... Mendapatkan kesetaraan di segala hal... tapi kamu Kartini buat saya.. Love u Mumung.....